what's in her notes?
Setelah membaca chat dari Javier, Kelsey kembali berpikir dengan pakaian yang akan dirinya pakai. “Iya juga ya, kenapa gak pake piyama aja? Lagian ke taman komplek gini.. sama Jeo juga.”
Gadis itu mengintip dari jendela kamarnya setelah mendengar teriakan Javier dari luar rumah yang memanggil namanya.
“Lo ngapain pake ngintip-ngintip segala dari sana?!! GUE UDAH NUNGGU SEJAM NIH!!” Ucap Javier berkacak pinggang.
“Ya, ya! Gue turun sekarang!”
Tidak lupa mengunci pintu rumah, Kelsey kini sudah siap untuk pergi ke taman dengan outfit yang sangat amat simplenya itu, piyama dan ponsel di ganggamannya. Netra laki-laki itu fokus memperhatikan Kelsey dari rambut sampai ujung kakinya, Javier mengulang pergerakan matanya berulang kali.
“Lo serius cuma pake piyama, sama bawa hp lo doang?” tanya Javier.
Kelsey mengerutkan dahinya, apa maksud dari perkataan Javier tadi? “Kan lo yang nyuruh pake piyama?? Lagian kan cuma ke taman komplek gini, ngapain nanya sih?” ucap Kelsey dengan nada yang tidak bersahabat.
“Ya.. lo kan biasanya bakal nentang perkataan gue dan pake baju lain. Kenapa sekarang lo nurut sama gue? Hmm sus..” Javier menatap Kelsey dengan pandangan mencurigakan.
“Sas sus sas sus, lo kira kue sus hah?! Ya terserah gue lah mau nurut apa nggak, masalah??”
“Hadeh pasti lo lagi red day, marah marah mulu.”
“ENGGAK!”
Sesampainya di taman, Kelsey langsung berlari menuju ayunan dan memainkannya. Ayunan di taman ini benar-benar tidak pernah berubah sejak Kelsey dan Javier masih berada di Sekolah Dasar. Walaupun catnya banyak terkelupas, tetapi kenangannya tidak pernah terlupakan.
Javier yang melihat gadis berambut coklat kegirangan bermain ayunan pun tergoda dan ikut duduk di ayunan sebelahnya.
“Lo masih inget gak lo ngomong apa pas kenalan sama gue?”
Javier mengarahkan pandangannya pada sumber suara, lalu mengangguk. “Inget.”
“Gue inget banget muka lo waktu itu, ngajak kenalan sehabis nangis HAHAHA.”
Javier ikut tertawa melihat gadis di sebelahnya, cantik. “Kenapa lo mau nerima ajakan gue buat kenalan? Kenapa gak nolak aja?”
Yang ditanya menghela napas, lalu tersenyum sebelum membalas pertanyaan Javier. “Karena gue mau jadi temen lo. Gue mau main bareng lo. Kalau aja dulu gue nurutin perintah mama buat gak ngobrol sama orang asing, mungkin sampai sekarang gak ada yang namanya Key dan Jeo,
Lo tuh harus banyak bersyukur deh punya temen kayak gue.”
Javier terkekeh, “Lo gatau aja tiap malem gue berdoa biar lo tetep bareng sama gue sampe tua nanti.”
“Met anniversary ke-gatau berapa tahun gue lupa. Makasih udah mau jadi temen gue.”
“Hmm lo gak kasih gue hadiah?” tanya Kelsey. Gadis itu mengedipkan matanya sambil sesekali menengok ke arah gerobak es krim di sekitar taman ini, memberi kode agar Javier membelikannya es krim.
“Oh mau? Beli aja sana. Ntar gue yang bayar.”
“SERIUSAN LO JE??!!!”
Javier mengangguk, “Iya serius cantikkuuu!”
Sejak SD, jika Javier mentraktir Kelsey disaat-saaf seperti ini, gadis itu pasti sangat senang seperti orang yang memenangkan hadiah uang 1 Miliar. “OKE, GUE KESANA YAAA!! JAGAIN HP GUE!!”
Javier lagi-lagi mengangguk sekaligus tersenyum melihat tingkah Kelsey.
Sambil menunggu Kelsey membeli es krim, Javier mengambil ponsel sahabatnya dan berniat untuk membuka camera melihat keadaan wajahnya sekarang ini. Tetapi tidak ada angin, tidak ada hujan, laki-laki itu malah membuka notes dan melihat isi semua folder dari notes tersebut.
“Ini apaan kok isinya tentang gue semua..??”